Ngaglik, 11 Oktober 2025, Sabtu pagi itu, gedung parkir SMA Negeri 2 Ngaglik berubah suasananya. Area yang biasanya dipenuhi kendaraan kini disulap menjadi ruang belajar yang tak biasa, penuh aroma masakan, tawa riang, dan percakapan dalam bahasa Inggris.

Para siswa tampak antusias mengikuti kegiatan bertajuk “Cooking and Culture Exchange”, sebuah kolaborasi lintas budaya yang menghadirkan pengalaman belajar berbeda dari rutinitas di kelas. Mereka memasak bersama 14 mahasiswa asing yang tengah menempuh studi di Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Para tamu tersebut berasal dari Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, Myanmar, Sudan, Zambia, Yaman, dan Nigeria. Mereka berbaur akrab dengan para siswa, memasak sambil bertukar cerita tentang kuliner dan budaya masing-masing negara.

Beragam kuliner tradisional Indonesia tersaji di meja panjang yang ditata di area parkir sekolah: nasi kuning, cemplon, klepon, bakwan, hingga tempe mendoan. Suasana hangat terasa di setiap sudut kegiatan. Para siswa berbicara dalam bahasa Inggris dengan percaya diri, sementara para mahasiswa asing mencoba mengucapkan nama-nama bahan makanan khas Nusantara yang baru mereka kenal.

Osama, mahasiswa asal Afghanistan, mengaku terkesan dengan semangat belajar para siswa. “Mereka sangat ramah dan percaya diri berbicara dalam bahasa Inggris. Suasana antara guru dan murid di sini terasa akrab dan menyenangkan,” ungkapnya sambil tersenyum.

Mahasiswa asal Myanmar menyebut cemplon sebagai makanan favorit karena mirip dengan kudapan di negaranya. Adapun mahasiswa asal Sudan dan Yaman berkreasi membuat klepon berukuran besar yang mereka juluki “Jalabiya.” Para siswa pun memperkenalkan berbagai bumbu khas Indonesia seperti lengkuas, yang ternyata belum banyak dikenal oleh peserta dari luar negeri tersebut.

Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik, Bapak Kristya Mintarja, menuturkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran praktik percakapan Bahasa Inggris yang dikemas secara kreatif dan menyenangkan. “Kami ingin siswa belajar bahasa bukan hanya dari teori, tetapi melalui pengalaman langsung yang memberi makna. Dengan berinteraksi secara nyata, mereka belajar menghargai perbedaan budaya sekaligus meningkatkan kepercayaan diri,” jelasnya.

Lebih dari sekadar kegiatan memasak, Cooking and Culture Exchange menjadi wadah berharga untuk memperluas wawasan dan membangun karakter siswa yang terbuka, toleran, serta siap menghadapi tantangan global.

Dari gedung parkir sekolah yang sederhana, tercipta interaksi lintas budaya yang hangat dan inspiratif. Inilah cerminan pendidikan masa kini, pembelajaran yang hidup, menyenangkan, dan penuh nilai kemanusiaan.